Bermodal bahasa Inggris yang bagus ternyata nggak cukup sebagai penyelamat saat berada di China, apalagi yang pas-pasan. Atau fluent dan pas-pasan juga nggak ngaruh, sih, sebenarnya.😄
Kalau nggak bisa bahasa China, ya paling nggak..ramah dan pandai menebak maksud meski berbicara beda bahasa. Haha. Itulah kesulitan saya saat nge-trip ke Shenzhen, China. Bahasa!😅
Seperti sudah saya jelaskan di artikel sebelumnya, saya ke Shenzhen dalam rangka undangan mengikuti event The Color Run yang berlangsung 2x dalam sehari, tepatnya 12 November 2016. Event-nya sendiri sih seru banget! Baca aja keseruannya di artikel The Color Run Shenzhen.
Tapi memang selama 5 hari di sana, saya kesulitan berkomunikasi karena penduduk lokal sangat jarang yang bisa atau bahkan sekedar paham bahasa Inggris. Walaupun ini bikin seru perjalanannya sih karena beda.😃
Kota Shenzhen sendiri mungkin lebih menarik untuk pebisnis daripada traveller, karena tidak banyak tempat wisata alami.
Tetapi yang membuat saya kagum dengan kota ini adalah kebersihan, kerapian, kemudahan transportasi (kalau sudah paham ), dan tata kotanya. 11 12 dengan Singapore lah~
Itu juga alasan saya menyukai Singapura.😊
Jadi, berikut beberapa catatan perjalanan di Shenzhen, baik dan buruknya, tapi bukan fokus pada tempat wisatanya ya, lebih ke lifestylenya:
1. Kesulitan berkomunikasi dengan penduduk lokal.
Dimulai dari airport saja kami sudah kesulitan mencari pintu keluar dan jemputan. Karena semua petunjuk menggunakan tulisan China, sehingga kami tidak bisa membacanya, dan tidak ada satupun orang di sana yang tahu arti ‘exit gate’ atau ‘exit’ saja!
Kita sempat meminta tolong kepada petugas airport, tapi karena permasalahan bahasa dan mereka hanya bergantung pada translate apps yang you know lah gimana google translate atau translator lainnya bekerja. Mau bilang apa, translate-nya apa. Jadi kita sempat lost in the airport.
Kalau ada orang lokal yang dengan ramah dan baik hati membantu kita, jangan cepat percaya! Bisa jadi dia makelar taxi non resmi!
Di sana banyak taxi ilegal kayak di Indonesia juga, dengan harga yang OMG mahalnya! So, hati-hati!
Kalau mau naik transport yang murah, dari airport ada bus umum yang bisa mengantar ke stasiun Shenzhen Railway Train (SRT) terdekat yang nggak jauh dari airport.
2. Siapkan koneksi hape, translator, dan chat apps
Sebelum ke China, siapkan hape dengan koneksi roaming, karena kalau mau beli kartu perdana, nanti bingung komunikasinya. Haha. Dan bila tidak ada koneksi, bakal susah berkomunikasi dengan penjemput. Siapkan aplikasi translator yang bisa digunakan di China untuk berkomunikasi dengan warga lokal (bisa tulis dan suara) yang juga penting banget kalau naik taxi supaya nggak terlalu ditipu. Siapkan juga aplikasi wechat, karena di sana warga lokal menggunakan wechat untuk bersocial media atau chating.
Whatsapp masih bisa, tetapi ya kadang masuk kadang enggak. Facebook, twitter, dan instagram diblokir, kecuali bisa menggunakan anti blokir/VPN atau semacamnya. Google pun tidak bisa digunakan.
Parahnya, petugas bandara dan hotel umumnya tidak bisa menggunakan atau bahkan tidak memahami bahasa Inggris. Kadang mereka jadi tampak tidak ramah karena kesulitan ini.
3. Transportasi umum
Di sana tak banyak yang menggunakan kendaraan pribadi. Umumnya mereka menggunakan angkutan umum seperti SRT dan bus, uber, taxi, atau sepeda otomatis (tanpa mengayuh).
Bus umum beroperasi dari jam 6.30 pagi sampai sekitar jam 10 malam. Tetapi ada juga jurusan yang beroperasi hanya sampai jam 8 malam.
Harga tiketnya 2 sen, bisa menggunakan tunai atau kartu khusus. Sebaiknya siapkan uang pas karena tidak semua bus menyediakan kenek yang bisa melayani kembalian.
Pusat perhentian bus ada di sebelah stasiun railway pusat. Jadi kalau salah naik bus atau kesasar, ya ujung-ujungnya di Railway station center.
Untuk SRT jam operasionalnya lebih pagi, sekitar jam 5.30 pagi hingga jam 23.30 malam.
O ya, papan petunjuk nomor bus yang ada di tiap halte menggunakan tulisan China, jadi ya siap-siap menghafalkan bentuk tulisan tempat tujuan atau siap bertanya ke warga lokal dengan bahasa yang ga nyambung. 😄Untung-untung dapet kenalan yang paham bahasa Inggris. Seperti saya yang beberapa kali dibantu warga lokal.😊
4. Perubahan cuaca
Cuaca di sana bisa sangat ekstrim perubahannya, tetapi mudah diprediksi.
Dua hari pertama dingin bangeeett, beku! Bagusnya, jadi bisa ngelihat fashionable-nya warga lokal yang rata-rata mengenakan coat dan boots.
Nah, di hari ke-2 itu warga lokal sudah memprediksi bahwa hari ke-3, Sabtu, bakal panas. Eh beneran, loh, habis beku mendadak panas banget!😩
5. Fashion
Ngomong-ngomong soal fashionable, koleksi baju di mall Shenzhen keren-keren dan elegan, loh. Banyak coat-coat dan boots lucu di tiap butiknya, pun koleksi H&M dan Uniqlo-nya lebih keren-keren daripada di sini.
6. Perlu bawa sambal Indonesia!
Harga makanan dan minuman di sana nggak terlalu berbeda dengan Jakarta. Tapi kalau suka pedas, mending bawa saus sambal sendiri, deh, dari Indonesia, karena di sana jarang ditemukan saus cabe yang enak dan pedas.
Tapi….di sana bisa dapetin jeruk mandarin yang enak dan jauh lebih murah. Sekilo Rp 8000-an! 😅😅
7. Jangan minder! Banyak teman baru dan pengalaman unik di sini.
Sebenarnya warga lokalnya banyak yang ingin berkenalan dengan turis, maksudnya saya/kami, tetapi mereka ragu karena problema bahasa. Walaupun ada yang takut juga didekati. 😆
Saat kami makan di salah satu resto miss mie misalnya. Kami kesulitan memesan makanan, sempat salah jumlah orderan, karena tidak ada pelayan yang paham bahasa Inggris. Mereka juga tidak menggunakan translator apps.
Eh, lucunya, saat kami sedang makan, saya didekati salah satu pelayan cewek yang masih abg gitu. Dia senyum sambil menyodorkan hapenya. Di layar hape tertulis ‘Are you food blogger?’
Sepertinya dia bertanya begitu karena saya memotret makanan dan foto-foto di situ.
“No, I’m a lifestyle blogger,” jawab saya.
“You are pretty!” Balasnya.
“Thank you,” jawab saya sambil tersenyum.😊antara tersenyum sumringah dan bingung. 😄
Jadi dari tadi mereka nggak ada yang paham atau berani menggunakan bahasa Inggris saat melayani pesanan kami, tetapi keberaniannya timbul demi menyapa saya. 😍😄
Akhirnya kita akhiri pertemuan dengan foto-foto bareng, deh, karena keberaniannya.😊😉
Beberapa kali kami juga beruntung dibantu mencari lokasi/rute/bus oleh warga lokal. Bahkan ada yang mengantar kami naik bus hingga ke railway center. Baik sekalii.😍
Lucunya, banyak cewek-cewek ABG yang minta wefie bareng saya dengan bilang
“You are so pretty. I like you”
😍😅
Hahaha saya bingung, sampai segitunya.
Teman saya, Sobri dari majalah HAI, sempat bilang “Mungkin kalau cewek sini operasi plastik, mereka pengen wajah kayak kamu, se-tahi lalatnya juga”. Bhahahak😂😂
Sempat juga dicarikan taxi oleh cowok-cowok ganteng yang untungnya lancar bahasa Inggris. Mereka takut jika saya naik bus nanti bakal bingung, so mereka carikan taxi. Salah satunya bantuan dari yang paling ganteng, ehm, entah berpesan apa kepada driver, yang jelas saat sampai di depan hotel tempat saya menginap, si driver tidak beranjak hingga memastikan saya sudah masuk hotel.😊
Sementara sebelumnya saya sempat mendapat taxi driver yang kurang sopan. Salah jalan hingga ongkos membengkak, tidak menurunkan di lokasi yang dimaksud hanya karena malas memutar, dan ngelihatin saya dari ujung rambut hingga kaki, bikin saya tak nyaman. Merasa dilecehkan.😤
Kembali ke pengalaman keren lainnya, saya juga sempat berkenalan dengan teman baru, warga lokal yang lancar banget bahasa Inggris, ya iyalah ternyata dia guru bahasa Inggris di salah satu tempat kursus bahasa.😍
Kami bertemu di Window of The World (WOW). Window of the World ini wahana yang menampilkan sekitar 130 replika destinasi wisata dunia, seperti Menara Eiffel, Colosseum, Menara Pisa, Istana Gyeongbok, Opera House Sydney, dan bahkan Borobudur juga bisa ditemui di sini.
Saat itu saya dan teman saya sedang sibuk saling foto di depan piramid WOW. Tiba-tiba ada cewek dengan long dress hitam yang menghampiri kami. Dia minta tolong untuk difoto di depan piramid dengan kameranya. Lalu kami berkenalan dan berbincang. Namanya Sunny.
Sunny menanyakan destinasi kami berikutnya dan dia menawarkan untuk ikut bergabung sembari menunggu teman-temannya yang masih bekerja. Ceritanya dia sedang berlibur sebelum masuk kerja di kantor barunya.
Akhirnya bukan Sunny yang kami temani menghabiskan waktu, tapi dia malah menjadi guide kami!😄
Dia yang mengantar kami ke Shenzhen University dan Splendid China. Orangnya sederhana dan baik banget. Sayangnya saya kehilangan kontaknya karena hape yang hilang.😶😔
Jadi, kalau ada yang kenal Sunny, tolong hubungi saya ya.🙏
Ya, itulah beberapa catatan tentang perjalanan ke-2 saya di Shenzhen. Ada uniknya, indahnya, dan seremnya berkelana di negeri yang minim bahasa Inggris.
Kalau ada komentar atau pertanyaan, boleh loh ditulis di kolom comment di bawah.👇
Terima kasih sudah membaca, sampai jumpa di catatan perjalanan berikutnya. 😉
Saya pernah berkenalan dengan teman yang berasal dari China. Dia menggunakan Whatsapp hanya ketika berada di luar China, ketika di Chiina dia lebih sering menggunakan WeChat. Bahasa Inggris teman saya itu juga bisa lumayan bagus karena dia seorang dosen Bahasa Inggris. Susah ya mba kalau komunikasi ngga pakai Bahasa Inggris 🙁 Btw, Shenzhen itu bersih ya mba?
Iyaa. Di sana pada pake wechat yang tulisannya pun tulisan china
Yes. Shenzhen bersih bangeet. Kayak Singapore tapi lebih sepi
Di Thailand juga gitu ya. Cuman masih banyak bule jadi masih lumayan
Haha iya emang. Jadi inget dulu sama Radityadika. Dika pake bahasa Inggris bagus tapi percuma mbak minimarketnya kagak ngerti
Kok bingung. Emang cantik kak
Hahaha amasaaa
Translate appsnya apa ya yang dipake di sana?
Nah itu ga tau namanya. Soalnya pake tulisan China
Sempet disebutin salah satu cowok penunjuk jalan. Tapi karena spell bahasa Inggrisnya kurang jelas, jadi ga jelas juga namanya apa
Hi Leoni, seru juga yah bacanya….leoni emang cantik alami lho. Event bareng pas kunjungan DPR sept 2016 lalu. Nggak heran kalau orang sana pada pengen foto hehehe. Segelintir orang sana yang gie kenal jago bahasa inggris klo bukan karena kerja di perusahaan multinasional, guru, dosen atau ya memang yg serius belajar . Dan yes orang sana gbs make facebook, twitter, dll. Biasanya pakai QQ selain wechat Loh kok jadi panjang hehehe, anw salam kenal ya….mdh2an bs satu event bareng lagi dan sempet foto
Hihi. Makasih Gie
Iya emang. Cuman yang bener-bener berhubungan kerjaan kayaknya yang niat bisa.
Haha. Salam kenal juga. Iyes semoga ketemu lagi
jadi hape yang hilang itu diambil Sunny?
Bhahahak ya enggak lah
Pernah ke Cina, tapi pake guide. Jadi pengen coba juga kalo sendiri
Hihi yang sebelumnya juga pake guide, jadi lancar ajaa. Tapi yang lancar kan ga ada cerita
Ya betul, kartu Octopus dapat di refund di akhir perjalanan, jadi tidak perlu takut untuk kelebihan top up. Hanya saja untuk refund akan terkena potongan $9 per kartu sebagai biaya peminjaman. Langkah Kedua saat Wisata Hongkong dan jalan jalan ke hongkong tanpa tour adalah pada saat mendarat langsung membeli kartu internet untuk menunjang komunikasi media sosial dan surfing.
Kunjungan pertamaku di Blognya teh Leoni.
Suka banget sama cerita dan tata bahasa teh Leoni.
Menginspirasi banget, aku jadi pengen memperbaiki kualitas tulisan di Blog Ku.
Pas baca cerita teh Leoni Jiwa solo travelingku jadi bangkit lagi.
Tapi aku masih belum berani kalo ke luar negeri 🙁
Waaa alhamdulillah masih menginspirasi :))
Yang penting banyak baca aja, terutama leonisecret.com :)) pasti ntar bahasanya tertata sendiri.
keren banget mba :D, mampir juga ya kesini menggenai solusi kewanitaan KLIK DISINI
Makasih kak. Siap 🙂
Aku sampe sekarang masih takut ke Tiongkok karena takut tipu tipu itu dan susahnya komunikasi, bahkan temen aku yang Tionghoa juga ngga berani ngajakin ke Shenzen ini hahaha
Hahaha gitu ya mba :)))
Benernya seru juga sih pengalaman pake bahasa amburadul :)))
Kalo yang tipu-tipu…ya gitu deh. Ada yang nyebelin banget di sana, ada yang baik banget bantuin kita 🙂
owalah ternyata dsana warga lokal menggunakan wechat untuk bersocial media atau chating.